Minggu, 17 Januari 2010

Mobil Dewan di atas Aspal Rakyat*


      Senada dengan anggota dewan daerah, kemarin (28/12) tim kabinet Indonesia Bersatu Jilid II serta pejabat tinggi Negara menikmati fasilitas mobil dinas baru seharga 1,2 M. Fantastis, jika untuk satu orang pejabat mengeluarkan dana 1,2 M, lalu berapa dana yang dikeluarkan untuk seluruh tim kabinet Indonesia Bersatu Jilid II serta pejabat tinggi Negara? Bisa dibayangkan, andai uang sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Subhanaallah, luar biasa. Memangnya, apakah ada relevansi antara mobil seharga 1,2 M dengan kinerja dewan? Kita buktikan saja nanti!
*Silvy Manafia


Nobel Perdamaian atau Nobel Pembantaian?*

      Dibalik Nobel Perdamain yang diberikan kepada Obama, banyak kalangan yang tidak setuju akan hal itu, seperti yang dilakukan Wiman Syahrur dengan membuat patung berbentuk Obama yang sedang naik becak (JP, 16/12/09). Pasalnya meski menerima Nobel Perdamain, Obama tetap mempertahankan keberadaan pasukan tentara AS di Irak dan Afghanistan. Bahkan, Obama malah menambah 3000 pasukan lagi. Alih-alih ingin membuat perdamaian, Obama dan AS yang dipimpinnya membuat Irak dan Afghanistan porak-poranda. Obama dan AS sudah terlalu jauh ikut campur mengurusi Negara orang lain. Bukankah hal itu bertentangan dengan HAM yang mereka dengung-dengungkan? Apalagi ternyata dana yang dikeluarkan AS untuk perang Irak dan Afghanistan lebih banyak ketimbang dana yang dikeluarkan untuk mengurusi rakyat AS sendiri.
Apakah mungkin, jumlah pengeluaran yang sudah banyak itu tidak mengharapakan sesuatu yang tentunya dengan jumlah yang lebih besar?


*Silvy Manafia

Kamis, 17 Desember 2009

Buaian untuk Indonesia

Koran ini (Jawa Pos) kemarin (11/12) memberitakan pujian Jepang untuk demokrasi di Indonesia. Di tengah kasus bobroknya sistemhukum danbirokrasi yang korup di negeri ini, bisa jadi ebrita pujian Jepang tersebut mewujudkan sebuah optimism, harapan bagi negeri ini.

Namun, alangkah bijaksananya kalau kita tidak terbuai. Pasalnya, demokrasi dengan kebebasan yang didengungkan tidak member keadilan di negeri ini. Lihatlah kasus Minah dank awn senasibnya. Belum lagi korupsi akut karena memang cost demokrasi yang begitu tinggi. Yang lalu melahirkan korupsi, seperti opini yang ditulis wakil ketu a DPD, Bapak Laode, di Koran ini.

Pujian Jepang itu, jangan membuat kita lupa. Banyak permasalahan krusial negeri ini menunggu diselesaikan sebelum kelak kita berani membusungkan dada untuk kebanggaan negeri ini.