Minggu, 06 Desember 2009

Santri Peduli HIV, Dukung Penerapan Syari'ah



Jember - Tinggal jauh dari ‘peradaban’ tidak menghalangi pelajar dan para santriwati di desa Kemiri, kecamatan Panti untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap makin meningkatnya kasus HIV/AIDS yang mengancam generasi. Minggu pagi tadi (06/12) mereka berbondong-bondong memenuhi aula PP Al-Hasan untuk mengikuti talk show “Selamatkan Generasi dari Bahaya HIV/AIDS dan Seks Bebas” yang diselenggarakan oleh Mustanir, sebuah lembaga yang menaungi santriwati dari berbagai pesantren di seluruh Kabupaten Jember. Hadir dalam talk show tersebut istri Kepala Desa Kemiri, Ibu

Talk show dibuka oleh Nyai Farida Hasba, pengasuh pesantren Al-Hasan. Nyai Farida menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan oleh Mustanir. Beliau menegaskan, fungsi pesantren bukan hanya mendidik ummat, tapi juga ber-amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar, kata beliau, sama wajibnya seperti shalat dan puasa. Salah satu bentuk kemungkaran tersebut adalahs seks bebas yang kini marak dilakukan remaja di Jember. Beliau pun menyampaikan keprihatinannya akan kondisi kabupaten Jember yang dijuluki kota seribu pesantren namun teratas dalam masalah seks bebas dan HIV.

Hadir sebagai narasumber, Agnes Lituhayu Januardhani, mahasiswa Fakultas Kedokteran yang juga aktivis Musliamh HTI, dan Ibu Amrina Rosyada, aktivis Muslimah HTI yang juga seorang psikolog. Sekitar dua ratus peserta dari PP. Al-Hasan, delegasi OSIS SMA AL-Hasan, SMK AL-Hasan, Mts. Bustanul Ulum Panti, PP. Nurul Ulum, PP. Bustanul Ulum Bangsalsari menyimak dengan antusias penjelasan Agnes seputar HIV/AIDS baik dari sisi medis maupun peningkatan kasusnya per tahun dan solusi yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulanginya.

Agnes menyampaikan bahwa meskipun pemerintah mengkampanyekan program ABCD untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS, akan tetapi yang gencar dilakukan adalah kondomisasi. Menurutnya solusi ini tidak tepat. Karena akan semakin menyuburkan seks bebas. Sementara seks bebas adalah sarana utama dan pertama penyebaran HIV/AIDS. “Apalagi, denga mikroskop elektron terlihat bahwa pori-pori kondom ukurannya 700 mikron. Sementara ukuran HIV-1 hanya 0.1 mikron,” tegasnya.

Ketidaktepatan solusi yang diambil pemerintah juga diakui Ibu Amrina Rosyada. Bukan menekan kasus HIV, justru menyuburkannya. Kondisi ini mengokohkan kapitalisasi dunia kesehatan. “Harm reduction menguntungkan mafia narkoba, kondomisasi mengutungkan produsen kondom, bisnis prostitusi dan produsen pornografi-pornoaksi,” ungkap beliau. Mahalnya obat untuk penderita HIV/AIDS juga menguntungkan MNC Farmasi yang bekerjasama dengan WHO.

Ibu Amrina juga mengungkap analisis bahwa HIV adalah virus yang sengaja diciptakan untuk memusnahkan etnis tertentu. Pernyataan ini didukung pendapat peserta yang menambahkan fakta keberadaan NAMRU di Indonesia yang penuh kejanggalan.

Ibu Amrina kemudian menyampaikan bahwa solusi HIV/AIDS ini adalah dengan menerapkan syari’ah Islam. Syari’ah punya sanksi tegas bagi pelaku seks bebas dan pengguna narkoba. “Kalau ini diterapkan (rajam, cambuk, dan hukuman mati bagi pengguna narkoba) tentu akan membuat orang jera,” ungkapnya. Syari’ah juga mengharuskan adanya perlakuan khusus bagi ODHA karena efek spiral agar HIV tidak menyebar dan mereka terlindungi. “Aturan Allah membuat selamat dunia akhirat, betul?” Tanya Ibu Amrina sebelum mengakhiri penjelasannya. Sontak pertanyaan itu dijawab serempak oleh peserta, “Betuuulll…”

Antusiasme peserta tidak hanya ditunjukkan dengan keseriusan mereka menyimak pemaparan narasumber. Di akhir acara, beberapa peserta menunjukkan ketertarikan dengan mengajukan pertanyaan, bahkan di antara mereka ada yang menyampaikan kesediaannya untuk memperjuangkan diterapkannya Islam kaffah dengan menegakkan khilafah. Allahu Akbar! [iQ]