Senin, 05 Oktober 2009

WASPADA: LIBERALISASI DI BALIK KRR!


Terkesan seperti program mulia tetapi jika kita pelajari lebih dalam kita akan menemukan upaya penghancuran sebuah generasi dengan cara yang tidak kentara. Sejak adanya Inetrnasional Conference Population Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo yang menghasilkan konsep Kesehatan Reproduksi (Kespro) termasuk gagasan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Kespro diharapkan mencegah remaja dari seks pranikah dan berbagai masalah reproduksi. Para peserta konferensi diwajibkan untuk menerapkan konsep tersebut termasuk Indonesia, ini berarti hampir 15 tahun diimplementasikan melalui Departemen Kesehatan, BKKBN, Departemen Pendidikan Nasional dan berbagai elemen instansi terkait, termasuk LSM dalam dan luar negeri.Alih-alih mencegah remaja dari seks bebas ternyata semakin menjerumuskan mereka pada pergaul bebas. Seks bebas yang menjadi pangkal masalah kesehatan reproduksi remaja, justru menjadi konsumsi sehari-hari remaja. Buktinya, sebelum ada program KRR pelaku seks pranikah 10-31% (YKB, 1992), setelah 14 tahun KRR diterapkan pelaku seks pranikah malah naik menjadi 62,7% (KPA, 2008). Artinya 26,23 juta remaja hidup bergelimang syahwat. 25% remaja yang melakukan seks pranikah dan hamil melakukan aborsi, angka ini meroket 50% dibanding tahun 2002. Tidak hanya itu, berdasarkan penelitian pergaulan anak SMP dan SMA yang dilakukan Komnas Anak di 12 kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa 93,7% anak SMP dan SMA pernah ciuman, petting, dan oral seks, 62,7% anak SMP mengaku tidak perawan, 21,2% anak SMU melakukan aborsi, dan 97% pernah melihat film porno. Sementara itu, karena seks bebas sebagai media penularan penyakit menular seksual, mulai dari yang ringan hingga yang mematikan (HIV/AIDS) maka penderita IMS juga pasti meningkat. Diperkirakan 10-20 juta jiwa penduduk Indonesia rawan tertular HIV (Republika, 27 Mei 2007). Dan 81,87 penderita AIDS tersebut adalah remaja (Anonim, 2008). Sungguh hasil yang mencengangkan, bukan?KRR digagas Barat karena remaja dianggap kurang paham soal seks dan kespro. Tak heran bila konten KRR berupa penjelasan tentang perubahan fisik dan psikis remaja, alat kelamin (organ reproduksi), baik anatomis maupun fungsi fisiologis serta bagaimana proses reproduksi terjadi, kehamilan dan cara kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan aborsi “aman”, homo dan lesbi harus diakui sebagai suatu identitas seksual, seks bebas yang “aman”, dan info tentang berbagai penyakit menular seksual serta cara pencegahannya.
Soal seks aman dalam KRR digagas dengan konsep ABCD. A: abstinence, yaitu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks, B: be faithfull, yaitu setia pada pasangan, C: Condom, yaitu pakai kondom biar tidak kena penyakit menular dan tidak hamil. D: drugs. Konsep ABCD diartikan, jika remaja ingin sehat Kespro jangan ngeseks (A), tapi kalau tidak kuat nahan nafsu maka boleh ngeseks dengan pasangan setia (B), pastinya bukan pasangan menikah karena menikah dini dilarang oleh KRR. Kalau tidak bisa setia bagaimana? Tenang, pakai saja kondom (C), dijamin aman tidak akan hamil dan tertular penyakit menular seks. Jika seks bebas berakibat kehamilan tidak diinginkan maka remaja bebas melakukan aborsi karena salah satu elemen dalam Kespro remaja bebas melakukan apapun dengan reproduksinya dan berhak melakukan hubungan intim dengan siapapun yang dia sukai. Hal ini sesuai dengan reproduksi sehat ala ICPD yang berbunyi “Setiap individu harus memegang kendali atas tubuhnya sendiri melalui pilihan-pilihan yang dipahami dan bertanggungjawab dalam hubungan seksual. Ini membawa ke tingkat seksualitas yang sehat yang merupakan bagian penting dari Kespro (Depkes, 2003).Faktanya dari ABCD yang paling gencar dipopulerkan adalah konsep C (kondom) dan aborsi “aman”. Sejak dicanangkan 100% kondom oleh KPAI, kondom dan alat kontrasepsi lain mudah didapat di took-toko obat dan apotik dengan harga murah dan aneka rasa. Bahkan pernah setelah diberi penjelasan tentang bahaya HIV/AIDS di FISIP disalah satu PTN di kota ini, dibagikan kondom pada mahasiswanya. Konsep berikutnya yang digagas KRR adalah “aborsi aman”, artinya jika seks bebas berakibat KTD, maka remaja berhak aborsi demi terwujudnya mental yang sehat sebagaimana definisi sehat reproduksi ala ICPD. Maka remaja difasilitasi untuk mengakhiri hasil perzinahannya itu dengan aborsi yang “aman”.Kalau dicermati, isi dan ilustrasi KRR tidak beda dengan tayangan porno. Wajar kalau ada komentar “ini sama aja menyuruh remaja berseks bebas”. Ya, bagi remaja normal, setelah mendapat menjelasan KRR dijamin bakal terbentuk persepsi seksual yang justru merangsang nafsu seksnya (sexual desire). Di satu sisi, pemerintah ingin mencegah remaja melakukan seks bebas tetapi disisi lain pemerintah malah memfasilitasi remaja untuk ngeseks. Buktinya, dengan adanya ATM Kondom, program KRR, dan tayangan-tayangan porno baik di TV, majalah, koran, buku-buku, video, game, handphone, maupun internet yang mudah untuk di akses.Liberalisasi seks semakin merebak, ketika pemenuhan seks yang halal dihalang-halangi bahkan dilarang. Misal mencap pernikahan usia muda dengan citra negatif karena dituduh membahayakan kesehatan (penyebab kanker serviks), melanggar hak anak, mengakibatkan penderitaan, kemelaratan, menurunkan kualitas remaja dan masa depan remaja tidak menentu. Lalu dipopulerkan istilah mematangkan usia nikah. Walhasil, remaja digiring untuk memilih seks bebas daripada nikah dini. Dengan kata lain, gagasan dan tindak aksi KRR-ICPD hanyalah mengeksiskan liberalisasi seks. Parahnya DPR akan mengesahkan RUU Kesehatan pengganti UU No. 23 tahun 1992 yang didalamnya memuat ikhwal Kespro yang akan semakin menjerumuskan remaja dalam pergaulan bebas. Bukan kebangkitan sebuah generasi unggul di negeri ini, yang akan ada adalah loss generations. (vY*)

MERDEKA DENGAN KRUPUK


Merdeka dan krupuk adalah dua kata yang berhubungan. Betapa tidak, karena faktanya dinegri ini tradisi kemerdekaan diisi dengan lomba makan krupuk. 64 tahun merdeka tapi ritual untuk memperingati kemerdekaan selalu diisi dengan makan krupuk, balap karung, gerak jalan, dan perlombaan yang lainnya. Sebuah kegiatan yang sifatnya hanya reflesing semata. Sebuah kemerdekaan harusnya diisi dengan kegiatan yang membawa perubahan bagi bangsa dan rakyatnya. Seharusnya pemerintah dan rakyat negri ini merubah mainstrem yang sudah mengakar dalam benak sanubari. Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan yang mampu mencetak generasi bangsa ini menjadi pemikir dan membuat inovasi-inovasi baru bukan mencetak generasi yang cepat makan krupuk. Kalau selalu makan krupuk, kapan merdekanya? (vY*)

MTQ dibalik Hiruk-pikuk BBJ


Bulan Juli-Agustus 2009 ini, jember dipenuhi beragam kegiatan. Agenda tahunan BBJ (Bulan Berkunjung ke Jember) dengan beragam acara, mulai dari seminar, karnaval, dan berbagai jenis perlombaan digelar. Meriah. Itu kesan yang di dapat dari deselenggarakannya BBJ. Tidak hanya itu, tahun ini kemeriahan di Jember bertambah dengan dipilihnya Jember sebagai tuan rumah MTQ XXIII di Jawa Timur. Berbagai pihak menyambut baik dipilihnya Jember sebagai tuan rumah mengingat Jember adalah kota santri yang sedang berbenah menuju kota religius. Namun, pelaksanaan MTQ di kota santri ini ternyata menyimpan ironi. Batapa tidak? MTQ yang dilaksanakan berbarengan dengan agenda BBJ tenggelam di balik hiruk-pikuk BBJ. Jember dikenal sebagai kota santri. Sekitar 90% penduduknya beragama Islam. Jember pun memiliki banyak pesantren. Bahkan jumlah pesantren di jember leboh banyak dari jumlah desanya. Mencari masjid atau mushola? Tidak sulit untuk menemukannya. Jember memiliki 2.028 masjid dan 3.066 Mushola. Tidak heran kalau para pemuka agama di Jember beserta beberapa ormas islam melontarkan wacana jember kota religius beberapa waktu lalu. Kalau kemudian Jember menajdi tuan rumah MTQ XXIII Jawa Timur, ini adalah gayung bersambut. Namun faktanya, MTQ XXIII tidak menjadi gegap gempita. Ribuan pesantren, masjid, musholla dan even religi Akbar MTQ tidak mampu menandingi hiruk-pikuk BBJ. Sempat diberitakan suara lantunan Al-Quran kalah dengan suara perkutut. Banyak warga Jember juga tidak mengetahui kalau di Jember sedang dilangsungkan MTQ. Warga yang antusias ingin tahu pun, harus cukup puas dengan mendapatkan informasi yang minim dari media karena tempat-tempat dilaksanakannya berbagai lomba dalam MTQ tidak terjangkau. Keluhan juga datang dari peserta. Di antara mereka ada yang mengomentari kontrasnya suasana di Jember dengan julukan yang disandangnya. Seperti dituturkan Erfi, seorang peserta dari Lumajang, “jember kota santri memang iya, tapi ternyata di Jember itu banyak maksiyat.” Dia menunjuk lokasi alun-alun yang dijadikan tempat remaja bergaul bebas padahal ada di kompleks masjid Al-Amien. Lebih mengkhawatirkan dari itu, ikon Jember sebagai kota santri agaknya akan berubah. Jember kini lebih dikenal dengan JFC-nya. Salah satu karnaval dalam agenda BBJ. Pemerintah pun selah mengamini hal ini. Situs resmi Pemkab Jember (pada Kamis, 6 Agustus 2009) tidak menempatkan berita kelarnya perhelatan MTQ di Jember. Seolah tak menjadi kebanggaan. Situs resmi itu justru memuat spektakulernya JFC (Jember Fashion Carnaval). Beberapa kalangan telah ada yang mencetuskan dan menegaskan JFC sebagai ikon Jember. Itu salah satunya diungkapkan oleh Prof. Ayu Sutarto, dosen dan budayawan nasional. Jember bahkan mendapat pujian dari Yon Sudiono, kameramen Rajawali TV Malang. “Di Malang aja karnaval seperti JFC ini tidak pernah ada,” pujinya. Padahal kita sama-sama tahu, Malang dikenal sebagai kota pelajar yang jauh dari kesan religius. Kondisi di atas tentu sangat meresahkan ormas-ormas Islam termasuk para pemuka agama di jember. Jember dirasakan mulai membuka kran kebebasan. Apalagi diselenggarakannya JFC tiap tahun dinilai akan mempengaruhi gaya hidup masyarakat Jember menjadi liberal. Agaknya ini bukan sekedar kekresahan. Martha Tilaar, yang hadir pada JFC ke 8 kali ini mengungkapkan bahwa JFC bukan hanya menjadi wadah kreatifitas, tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup (life style). Sungguh, ironi di kota santri![iQ]

Reinkarnasi KB Butuh Modal lain

a
Jargon “dua anak cukup yang diusung oleh program KB (keluarga berencana) sepertinya kurang mendapatkan simpati masyarakat. Hal ini terlihat dari perubahan jargon menjadi “Dua anak lebih baik”, yang dianggap lebih bisa meraup dukungan masyarakat.Tujuan KB sebenarnya adalah untuk menyejahterakan rakyat, tujuan ini merupakan niat baik dari pemerintah. Namun ternyata niat baik ini butuh program lain yang lebih berimplikasi langsung pada kesejahteraan masyarakat.Tanpa harus melakukan riset terlebih dahulu, indikasi kesejahteraan masyarakat bisa kita lihat dari harga sembako yang murah, fasilitas kesehatan yang murah dan berkualitas, biaya pendidikan yang murah dan berkualitas dll. Namun ternyata, pemerintah meremehkan hal penting ini. Dan lebih mengutamakan “mengebiri masyarakat” daripada memudahkan biaya hidup mereka.Sudah saatnya pemerintah memperlihatkan keseriusan akan janjinya untuk menyejahterakan rakyat. Bukan bersama kita bisa menghianati rakyat, tapi bersama kita bisa menyejahterakan rakyat.
Ika Misfat Isdiana A. Ma. Pd*

TOSERBA ITU BERNAMA INDONESIA


23 Agustus 2009 kompetisi ratu jagat memasuki babak akhir. Indonesia sebagai Negara yang mayoritas muslim ini memberanikan diri untuk ikut. Agar nama Indonesia terkenal dimata dunia, dan akhirnya Indonesia bisa menjual kekayaannya dipasar global. Indonesia seperti toserba yang menjual banyak buruh, berbagai sumber daya alam dan wanita. Memang benar-benar toko yang kaya. Banyak uang yang dihasilkannya. Namun hari ini kita telah memasuki bulan suci Ramadhan. Sudah saatnya bulan yang penuh berkah ini kita jalani dengan aktifitas yang membawa berkah. Bukan malah bersikeras melanjutkan kemaksiatan..Audisi ratu jagat yang mengobral aurat sudah sewajibnya kita tinggalkan.agar negri kita menjadi negri yang diberkahi oleh Allah. Selain itu toserba Indonesia harus membagikan hasil kekayaannya kepada seluruh rakyat Indonesia. Anggap saja sebagai zakat dibulan puasa jika belum sadar itu sebuah kewajiban.
Ika Misfat Isdiana A. Ma. Pd*